Cari Blog Ini

10 Mei 2018

DOWNLOAD GRATIS CONTOH KUMPULAN BEST PRACTISE LENGKAP


(Best Practice)


OPTIMALISASI  KINERJA ORGANISASI SEKOLAH
MELALUI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
PADA 5 SD UPTD 5 KABUPATEN ACEH BESAR

NURHAYATI
Pengawas Sekolah Tingkat SD UPTD Wilayah 5 Kabupaten Aceh Besar

ABSTRAK
Optimalisasi kinerja sekolah melalui MBS merupakan upaya untuk meningkatkan efesiensi dan efektivitas pengelolaan sekolah dengan memanfaatkan segenap sumber daya yang ada dalam rangka meningkatkan kinerja warga sekolah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui program, pelaksanaan, dan hambatan kepala sekolah dalam pengelolaanorganisasisekolah dalam gugus Garot. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, pendekatan kualitatif, teknik pengumpulan data observasi, wawancara dan studi dokumen. Subjek penelitian ini adalah kepala sekolah, guru, dan siswa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Program pembinaan kinerja organisasi sekolah  pada sekolah dalam Gugus Garot, sudahmemilikiRKAS, dan KTSP, walaupunbelummemenuhisebagaimana yang diharapkanoleh MBS (2) Pelaksanaan optimalisasi kinerja organisasi sekolah sudah berjalan dengan baik pada sekolah dalam Gugus Garot, walaupun memanfaatkan sumber daya secara optimal malalui pengarahan, pemimpinan, pemotifasian dan pembinaan personil sesuai dengan bidangnya. (3) Hambatan-hambatan yang dialami kepala sekolah dalam mengoptimalisasi kinerja sekolah antara lain: rendahnya partisipasi masyarakat terhadap sekolah, rendahnya kemampuan personil, kepemimpinan dan manajemen sekolah, hal ini disebabkan rendahnya intensitas kegiatan pelatihan kepemimpinan dan manajemen yang dilakukan  pihak terkait.Selanjutnya, dari data kuantitatif penelitian menunjukkan bahwa sebelum penerapan model Managemen Berbasis Sekolah (MBS), ternyata tidak ada satupun SD (0 %) dari 5 SD yang menunjukkan kinerja organisasi siswa dalam kategori baik. Akan tetapi setelah penerapan model Managemen Berbasis Sekolah (MBS), ternyata terjadi peningkatan secara signifikan jumlah SD yang memiliki kinerja organisasi dalam kategori baik yaitu sebanyak 4 SD (80 %) pada siklus 1 dan meningkat lagi menjadi semua SD sebanyak 5 SD (100 %)

Kata Kunci : Kinerja Organisasi, Managemen Berbasis Sekolah (MBS), Optinalisasi Kinerja

A.PENDAHULUAN
Perkembangan peraturan tentang pemerintah daerah, dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 lalu direvisi dan diberlakukan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pelimpahan wewenang pusat kepada daerah, dan salah satunya pengelolaan pendidikan. Pelimpahan wewenang kepada daerah kabupaten/Kota ini merupakan peluang untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang berbasis keunggulan daerah. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan ujung tombak pelaksanaan desentralisasi pendidikan tersebut. Berhubungan dengan hal ini Susetio (2005:34) mengemukakan Manajemen Berbasis Sekolah  adalah :Sebagai manajemen baru paradigma pengembangan pendidikan, berorientasi pada kebutuhan masyarakat, yang perlu diperkenankan dan bisa dijadikan suatu cara untuk menyelesaikan persoalan. Konsep itu menekankan pentingnya peningkatan mutu terpadu sehingga dapat dijadikan kebijakan strategi dalam implementasi pendidikan yang diprakarsai sekolah dan daerah’.

1.     Latar Belakang
Keinginan pemerintah, agar pengelolaan pendidikan diarahkan pada desentralisasi, untuk meningkatkan  partisipasi masyarakat secara aktif dan merealisasikan otonomi daerah. Karena itu perlu pula kesiapan sekolah sebagai  pelaksana operasional pendidikan yang dapat mengakomodir seluruh elemen esensial diharapkan muncul dari pemerintah Kabupaten/ Kota sebagai penerima wewenang otonomi. Era reformasi yang sedang  berjalan, diantaranya lahir Undang-Undang Nomor.22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, undang-undang tersebut membawa konsekwensi terhadap bidang-bidang kewenangan daerah termasuk bidang pendidikan sangat tergantung atas kebijakan pemerintah daerah sebagai bagian dari kewenangan yang dilimpahkan.
Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 direvisi dan diberlakukan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pelimpahan wewenang pusat kepada daerah, dan salah satunya pengelolaan pendidikan. Pelimpahan wewenang kepada daerah kabupaten/Kota ini merupakan peluang untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang berbasis keunggulan daerah. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan ujung tombak pelaksanaan desentralisasi pendidikan tersebut. Berhubungan dengan hal ini Susetio (2005:34) mengemukakan Manajemen Berbasis Sekolah  adalah, ‘Sebagai manajemen baru paradigma pengembangan pendidikan, berorientasi pada kebutuhan masyarakat, yang perlu diperkenankan dan bisa dijadikan suatu cara untuk menyelesaikan persoalan. Konsep itu menekankan pentingnya peningkatan mutu terpadu sehingga dapat dijadikan kebijakan strategi dalam implementasi pendidikan yang diprakarsai sekolah dan daerah.
Keberhasilan pembangunan pendidikan di daerah otonom dapat dilihat sejauhmana sekolah-sekolah itu mampu menunjukkan prestasinya dalam meningkatkan mutu pendidikan melalui Manajemen Berbasis Sekolah. Namun pada kenyataannya desentralisasi di daerah belum sepenuhnya berhasil dalam peningkatan mutu pendidikan. Hal ini ditegaskan Sagala (2008:2) sebagai berikut, ‘Desentralisasi malah kurang tersedia atau kurang dioptimalkan terlalu sedikit mekanisme yang tersedia untuk memastikan terjadinya penularan kegiatan-kegiatan efektif yang diinginkan sistem desentralisasi proses desentralisasi dalam penyelenggaraan pendidikan belumlah terasa dengan baik, meskipun pemerintah setiap saat melakukan kajian untuk mengatasi berbagai kendala kebijakan desentralisasi pemerintah.
Padahal pendidikan yang selama ini dikelola secara terpusat (sentralisasi) diubah untuk mengikuti irama yang sedang berkembang, otonomi daerah sebagai perkembangan politik ditingkat makro akan menjadi imbas terhadap otonomi sekolah sebagai subsistem pendidikan nasional. Kebijakan yang sudah ada terkait dan sepadan (link and match)dengan pengoperasian muatan lokal(local contant), masih belum tuntas dilaksanakan sekarang dihadapkan pula pada otonomi daerah dengan model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)/ “School Based Management  (SBM)”. Kondisi ini menuntut pemikiran-pemikiran yang sistematis untuk merumuskan bentuk hubungan kerja yang sesuai bagi dasar  dalam kaitannya dengan otonomi daerah dan relevan pendidikan.Melalui otonomi daerah pengelolaan pendidikan diharapkan pemenuhan kebutuhan masyarakat lebih cepat, tepat, efisien, dan efektif. Selain itu, diharapkan aparat yang bersih dan berwibawa, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Sebelumnya manajemen pendidikan merupakan wewenang pusat dengan berlakunya Undang-Undang tersebut kewenangan tersebut dialihkan ke pemerintah kabupaten/kota.
Program pendidikan yang mengacu pada tema relevansi terus dilakukan sejak Pelita I (awal Pemerintah Suharto ) sampai sekarang, walaupun sampai saat ini masih banyak permasalahan dan tantangan yang perlu mendapat perhatian, pada dasarnya prinsip-prinsip evaluasi merupakan prinsip umum yang digunakan di Indonesia disamping prinsip efisien dan efektifitas, fleksibelitas program serta pendidikan seumur hidup (live long education) (Mali, 1998:137). Dengan demikian, tujuan utama Manajemen Berbasis Sekolah adalah untuk meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan, peningkatan efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada dan partisipasi masyarakat dalam penyederhanaan birokrasi peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orang tua, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru, adanya hadiah dan hukuman sebagai kontrol serta hal lain yang dapat menumbuhkembangkan suasana yang kondusif.
Pemerataan pendidikan tampak pada tumbuhnya partisipasi masyarakat terutama yang mampu dan peduli, sementara yang kurang mampu akan menjadi tanggung jawab pemerintah. Implementasi Manajemen Berbasis  Sekolah menuntut adanya dukungan tenaga kerja yang terampil dan berkualitas agar dapat membangkitkat motivasi kerja yang lebih produktif dan memberdayakan otoritas daerah setempat, serta mengefesiensikan sistem dan menghilangkan birokrasi yang tumpang tindih.Dalam konteks Manajemen Berbasis Sekolah, tingkat keberhasilan pengelolaan sekolah menurut Suparno et al. (2002:59) dapat diukur dengan kriteria keberhasilan sebagai berikut: (1) Angka tinggal kelas yang semakin kecil, terutama di kelas rendah; (2) angka drop out yang semakin kecil; (3) Otonomi kepala sekolah dan para guru semakin berkembang di sekolah sendiri; (4) Intensitas partisipasi orang tua, masyarakat atau BP3 yang semakin meningkat dalam memikirkan mutu; (5) Dukungan  pihak pemerintah daerah terhadap sekolah semakin banyak; dan (6) kegiatan belajar mengajar semakin menarik dan menyenangkan bagi para siswa.
Keberhasilan seperti ini ditemukan di Meksiko sebab pemerintah pusat telah melakukan pelatihan bagi personil yang akan dipekerjakan diberbagai tempat kerja yang diperlukan malah di Chili menunjukkan adanya penurunan anggaran yang besar (pemuji, 2004:9). Manajemen Berbasis Sekolah  memberikan peluang bagi kepala sekolah, guru dan peserta didik untuk melakukan inovasi dan inprovisasi di sekolah, berkaitan  dengan masalah kurikulum, pembelajaran, manajerial dan lain-lain sebagainya yang tumbuh dari aktivitas, kreativitas dan profesionalisme yang dimiliki. Pelibatan masyarakat dan dewan sekolah di bawah monitoring pemerintah, mendorong sekolah untuk lebih terbuka, demokratis dan tanggung jawab. Pemberian kebebasan yang lebih luas memberikan kemungkinan kepala sekolah untuk dapat menemukan jati dirinya dalam membina peserta didik, guru, dan petugas lain yang ada di lingkungan sekolah. Sekolah yang merupakan suatu organisasi yang diberikan kebebasan oleh pemerintah untuk melaksanakan kegiatan yang menyangkut dengan proses belajar mengajar. Kegiatan proses belajar mengajar untuk meningkatkan mutu siswa di sekolah tidak tercapai tanpa adanya manajemen yang baik dan kuat. Manajemen Berbasis Sekolah dianggap sangat cocok dalam mengoptimalisasikan kinerja organisasi sekolah.
Dukungan kewenangan yang diberikan kepada sekolah dalam bentuk Manajemen Berbasis Sekolah menjadikan sekolah meningkatkan kinerja sekolah melalui keputusan-keputusan yang berpihak pada kepentingan peserta. Prinsip-prinsip yang harus dikembangkan dalam Manajemen Berbasis Sekolah menurut Nurkolis (2003:156), adalah: “(1) ekuifinalitas (principle of equifinality), (2) desentralisasi (decentralization), (3) sistem pengelolaan mandiri (self managing system), dan (4) inisiatif manusia (human initiative)”. Prinsip otonomi dan profesional pengelolaan sekolah dengan pendekatan budaya bermutu ditampilkan dalam setiap aktivitas organisasi. Hal ini dapat ditunjukkan dari prilaku dan komitmen anggota organisasi dalam bentuk akuntabilitas, transparansi, dan pengambilan keputusan yang demokratis. Keputusan-keputusan yang diambil oleh sekolah berorientasi pada pencapaian tujuan pendidikan secara mikro, meso dan makro dengan tidak mengabaikan peran anggota organisasi sekolah serta masyarakat. Dengan memperhatikan berbagai fenomena, kondisi dan kenyataan serta masalah bagaimana diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian  pada 5 SD dalam Gugus garot.

2.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas maka dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah,‘Bagaimana optmalisasi organisasi sekolah dalam meningkatkan kinerja guru?’ Secara rinci permasalahan ini dapat disajikan dalam beberapa pertanyaan berikut, (1) Bagaimanakah program kepala sekolah dalam mengoptimalkan organisasi sekolah untuk meningkatkan kinerja guru SD dalam gugus Garot?, (2) Bagaimanakah pelaksanaan optimalisasi untuk meningkatkan organisasi sekolah untuk meningkatkan kinerja guru pada SD dalam Gugus Garot?, dan (3) Hambatan-hambatan apa yang dialami kepala sekolah dalam mengoptimalkan organisasi sekolah untuk meningkatkan kinerja guru?

3.     Tujuan dan Manfaat
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk membuat deskripsi dan analisis tentang bagaimana optimalisasi kinerja organisasi sekolah melalui Menajemen Berbasis Sekolah.Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan :
1.     Untuk mengetahui   program kepala sekolah dalam mengoptimalkan organisasi sekolah dalam meningkatkan kinerja guru SD dalam gugus Garot.
2.     Untuk mendapatkan data tentang pelaksanaan optimalisasi untuk meningkatkan kinerja guru,  pada SD dalam gugus Garot.
3.     Untuk mengetahui hambatan yang dialami kepala sekolah dalam melakukan optimalisasi organisasi sekolah untuk meningkatkan kinerja guru  pada SD dalam gugus Garot
Banyak manfaat pengembangan ini, baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoretis penelitian ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu Administrasi Pendidikan, terutama optimalisasi kinerja sekolah dan khususnya Manajemen Berbasis Sekolah.
            Sementara itu, secara praktis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kepala sekolah untuk melaksanakan pembinaan kepada guru dan pegawainya, bagi guru dapat melaksanakan tugasnya  dengan baik sehingga prestasi siswa lebih meningkat. Penelitian ini juga bermanfaat bagi pengawas dalam melaksanakan monitoring, evaluasi serta pembinaan kinerja kepala sekolah dan guru. Memberikan informasi kepada pemerintah dalam proses pengambilan keputusan strategis berkaitan dengan optimalisasi kinerja organisasi sekolah melalui Manajemen Berbasis Sekolah. Penelitian ini diharapkan juga bermanfaat bagi sekolah lain diluar gugus garot sebagai informasi dalam melakukan upaya peningkatan kinerja organisasi sekolah, dan dapat diteruskan oleh peneliti selanjutnya.

B.KAJIAN PUSTAKA

Manajemen kinerja merupakan upaya untuk mengelola potensi seseorang agar berkontribusi pada manajemen suatu organisasi yang produktif. Manajemen kinerja organisasi adalah proses merencanakan, melaksanakan, mengawasi dan menilai kinerja organisasi. Manajemen kinerja banyak dilakukan oleh organisasi untuk mencapai harapan yang diinginkan. Menurut Dharma (2005:25), manajemen kinerja adalah “suatu cara untuk mendapatkan hasil yang lebih baik bagi organisasi, kelompok dan individu dengan mamahami dan mengelola kinerja sesuai dengan target yang telah direncanakan, standar dan persyaratan kompetensi yang telah ditentukan”. Sementara itu, menurut Russel Landsbury (2002:92), manajemen kinerja adalah “....the process of identifying, evaluating, and developing the work performance of employe in the organization”.
Lalu, menurut Amstrong (1995:23), manajemen kinerja adalah “....is a means of getting better result from the organization, teams, and individuals by understanding and managing performance within an agreed framework of planned goal, standards and attrribute/competence requirement”. Untuk lebih jelas dapat diuraikan bahwa manajemen kinerja adalah cara mendapatkan hasil yang lebih baik dari organisasi, tim, dan  individu dengan memahami dan mengelola kinerja dalam kerangka yang disepakati tujuan terencana, standar dan atribut/kompetensi kebutuhan, menurut Bacal (2001:3) “manajemen kinerja adalah komunikasi yang berlangsung terus menerus, yang dilaksanakan berdasarkan kemitraan, antara seorang karyawan dengan penyelia langsungnya”. Menurut Ruky (2001:6), “manajemen kinerja berkaitan dengan usaha, kegiatan atau program yang di prakarsai dan dilaksanakan oleh pimpinan organisasi untuk merencanakan , mengarahkan dan mengendalikan prestasi karyawan”.
Selanjutnya menurut Noe, et al., (2006:71) manajemen kinerja adalah “...through which managers ensure that employees’ activities and output congruent with the organization’s goals”, artinya melalui mana manajer memastikan bahwa aktivitas karyawan dan kongruen output dengan tujuan organisasi. Menurut Cascio, (2006:683), anajemen kinerja adalah “....a broad process thet requires managers to define, facilittate, and encourage performance by providing timely feedback and constantly focusing everyone’s attention on the ultimate objective”, artinya sebuah proses yang luas yang memerlukan manajer untuk mendefinikan, memfasilitasikan, dan mendorong kinerja dengan memberikan umpan balik yang tepat waktu dan terus menerus memfokuskan perhatian semua orang pada tujuan akhir. Menurut Wibowo (2007:9), “gaya manajemen dalam mengelola sumber daya yang berorientasi pada kinerja yang melakukan proses komunikasi secara terbuka dan berkelanjutan dengan menciptakan visi bersama dan pendekatan strategis serta terpadu sebagai kekuatan pendorong untuk mencapai tujuan organisasi”.
Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa manajemen kinerja merupakan suatu proses yang dapat mendorong pada pengembangan kinerja organisasi kearah yang lebih baik dan berkualitas, melalui komunikasi yang berkesinambungan antara pemimpin dengan pegawai sejalan dengan apa yang diharapkan oleh organisasi. Manajemen kinerja memfokuskan diri pada upaya untuk menjadikan kinerja sebagai pusat perhatian dalam meningkatkan kinerja individu dan tim agar dapat memberikan kontribusi yang makin meningkat bagi organisasi sesuai dengan tujuan organisasi. Enos (2000:4-6) mengemukakan beberapa faktor pentingnya manajemen kinerja yaitu: (a) competition (b) an increase in costemer knowledge and demand, (c) rapid tecnology changes, (d) human resources need an desiers, (e) the human being have powerful need to be competent, and (f) incredible and growing knowledge availibality.
Dari landasan teori di atas, jika dikaitkan dengan organisasi pendidikan maka dapat disimpulkan manajemen kinerja sekolah menekankan pada pengelolaan sekolah sebagai sumber daya yang potensial, karena keberhasilan pengelolaan sekolah sangat ditentukan oleh kegiatan pendayagunaan sumber daya sekolah. Untuk terus mengembangkan kinerja sekolah ke arah yang sesuai dengan tujuan pendidikan baik lokal (sekolah), regional maupun nasional serta tuntutan perubahan sekolah. Pengembangan kinerja sekolah memerlukan respon yang adaptif dan proaktif, dimana manajemen kinerja sekolah dapat dijadikan sebagai cara yang tepat untuk menentukan suatu keberhasilan. Sekolah secara organisasi diarahkan untuk meningkatkan kemampuan dan motivasi kerja organisasi sekolah mulai tingkatan strategis sampai dengan tingkatan individu, dan tim dalam menghadapi semua tuntutan akibat perubahan yang terjadi yang didukung penuh oleh kepala sekolah sebagai pengambil kebijakan tertinggi.
Secara rinci dapat dikatakan bahwa manajemen kinerja adalah proses yang berkesinambungan dari supervisor dan karyawan bekerja sama untuk: Pertama, mengatur ekspektasi kinerja terkait dengan tujuan organisasi. Kedua,menetapkan kriteria terhadap yang individu dan kinerja unit dapat diukur. Ketiga, mengidentifikasikan daerahuntuk peningkatan kompetensi. Keempat,memberikan umpan balik kinerja. Kelima, terus-menerus meningkatkan kinerja. Tujuan dari manajemen kinerja adalah untuk membantu karyawan meningkatkan kinerja dan efektivitasnya.Pendapat di atas menunjukkan bahwa proses kerjasama yang terus menerus antara pemimpin atau supervisor dan pekerja menjadi hal utama dalam manajemen kinerja dalam menentukan harapan kinerja terkait dengan tujuan organisasi, menentukan kriteria dan pengukuran kinerja individu, menentukan upaya perbaikan, menyediakan umpan balik serta pengembangan kinerja yang berkesinambungan

C.PEMBAHASAN MASALAH

1.   Hasil Kegiatan Sebelumnya

Hasil penelitian yang dilakukan Suharningsih (2009) menunjukkan: Pertama, Kinerja guru sekolah dasar dalam melaksanakan proses pembelajaran diawali dengan penyusunan rencana pembelajaran. Kedua, kesuksesan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran merupakan keberhasilan guru dalam menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, sehingga semua siswa termotivasi untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Ketiga, kesuksesan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran berkat: (a) kemampuan dan semangat guru yang tinggi; (b) pembinaan yang diberikan kepala sekolah secara rutin baik di sekolah dengan memanfaatkan pertemuan sekolah maupun di gugus dengan memfungsikan pertemuan KKG; (c) kemampuan kepala sekolah dalam melaksanakan supervisi sehingga bisa melakukan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan pembelajaran dengan kegiatan kunjungan kelas dan diskusi kelompok; dan (d) keberhasilan kepala sekolah menciptakan iklim sekolah yang kondusif dengan menciptakan kondisi fisik sekolah dan sosio emosional yang menyenangkan sehingga guru dalam melaksanakan proses pembelajaran bersemangat.
Penelitian Widiastuti (2005) menunjukkan bahwa: (1) Partisipasi warga sekolah (stakeholder) baik intern maupun ekstern menunjukkan hasil yang positif berdasarkan fakta dilapangan bahwa sekolah selalu melibatkan semua pihak yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan ataupun kegiatan-kegiatan di sekolah; (2) Trasparansi dalam penggunaan dana merupakan hasil positif, perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi selalu diketahui oleh semua pihak. (3) Budaya mutu yang dilaksanakan oleh sekolah menunjukkan hasil yang positif hal ini dapat dilihat dari upaya yang dilakukan oleh sekolah untuk peningkatan kualitas pendidikan misalnya (KBK, yang didalamnya mencakup; pembelajaran tuntas, penelitian tindakan kelas, moving kelas, pembinaan guru setiap bulan, try out untuk siswa, dan masih banyak lagi indikator yang lainya); (4) akuntabilitas di sekolah dapat ditunjukkan dari perolehan nilai UAN tertingi untuk sekolah negeri di Bandung, prestasi-prestasi yang di raih siswa atau guru baik akademik maupun non akademik dan dari keprcayaan masyarakat untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan Haryadi (2007) menunjukkan: pertama, faktor-faktor yang mendukung terhadap pencapaian prestasi sekolah meliputi: sejauh atau lamanya sekolah berdiri; status sebagai sekolah unggulan atau percontohan; kepala sekolah dan guru-guru yang berpengalaman dan terseleksi; dukungan orang tua dan masyarakat; komitmen ynag tinggi dari kepala sekolah. Kedua, pada sekolah berprestasi ditemukan nilai-nilai budaya organisasi yang dikembangkan dan dijadikan acuan dalam bekerja, meliputi: nilai, keunggulan, prestasi dan persaingan, efektivitas, kebersamaan, kedisiplinan, nilai cinta kasih dan pelayanan; nilai kualitas; nilai pemberdayaan; nilai perjuangan; dan nilai pengabdian.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu di atas dapat disimpulkan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah merupakan pendekatan untuk menciptakan kebersamaan warga sekolah dalam rangka mengoptimalkan kinerja sekolahnya. Dengan pelibatan masyarakat terhadap penentuan strategi sekolah meningkatkan kinerjanya memberi nuansa baru bagi warga sekolah terhadap komitmen dan tanggung jawabnya kepada sekolah. Selain itu muncul pula kesadaran yang tinggi warga sekolah untuk menegakkan disiplin dalam melakukan tugas-tugas sekolah dalam hal ini berorientasi pada kepentingan peserta didik.

2.   Strategi Pemecahan Masalah

Pada strategi pemecahan masalah ini, penulis mengelompokkan pokok bahasan meliputi 3 bagian yaitu, (1) Alasan pemilihan strategi pemecahan masalah, (2) Deskripsi strategi pemecahan masalah, dan, (3) Tahapan Operasional Pelaksanaan. Setelah pengelompokan ini, penulis menguraikan setiap kelompok secara rinci dengan sesekali disertai contoh kontekstual


2.1 Alasan pemilihan strategi pemecahan masalah

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan sekolah dan dilaksanakan di 5 SD UPTD 5 Gugus Garot Kabupaten Aceh Besar tahun ajaran. 2012/2013. Waktu penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Juli sampai Agustus 2012. Sedangkan penyusunan laporannya sekitar bulan September 2012. Penelitian ini dilaksanakan dengan cara pertama-tama dengan himbauan, lalu dilanjutkan dengan pertemuan-pertemuan pada saat rapat selama bulan juni sampai juli tersebut. Penelitian Tindakan Sekolah ini dilaksanakan hanya di 5 SD UPTD 5 Gugus Garot  tahun ajaran. 2012/2013 yang dalam wilayah binaan peneliti sebagai seorang pengawas di wilayah ini.


2.2 Deskripsi strategi pemecahan masalah

Kinerja masing-masing sekolah diukur dari lima criteria yang berkaitan dengan konsep Managemen Berbasis Sekolah  yang meliputi Optimalisasi administrasi sekolah, Optimalisasi kepala sekolah, Optimalisasi pembelajaran, Optimalisasi disiplin sekolah, dan Optimalisasi  kebersihan sekolah. Skor penilaian kinerja sekolah pada masing-masing aspek ini berada pada rentang 0 sampai 100. Penilaian kinerja sekolah ini diamati pada setiap tahapan penelitian mulai dari tahapan presiklus sampai pada tahapan siklus 1, siklus 2, dan siklus 3.

Gbr 7: Tabel. kategori penilaian kinerja sekolah
No
Opsi penilaian
Rentan skor
Kategori baru
1
Sangat Baik
91 - 100
Tinggi
2
Baik
80 - 90
Tinggi
3
Cukup
56 - 79
Sedang
4
Kurang
21 - 55
Rendah
5
Kurang Sekali
0 - 20
Rendah
Sumber: Suharsimi Arikunto (2009:44)

2.3 Tahapan operasional pelaksanaan

Pada bagian ini hanya akan disajikan 4 tahapan penting dan strategis dalam menghasilkan bentuk ‘best practice’, Tahapan operasional strategis ini meliputi;
·         Persiapan - Pada tahapan ini semua dipersiapkan supaya pelaksanaan ‘best practice’ berkaitan dengan penerapan Managemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat membawa kinerja sekolah menjadi baik atau sangat baik.Pesiapan konsep MBS ini dengan melibatkan semua civitas sekolah untuk terlibat meningkatkan kinerja sekolah. Karena itu perlu diidentifikasi siapa mengerjakan apa dan berapa lama.
·         Pelaksanaan – Pada tahapan ini, mulai disajikan beberapa praktek dan kegiatan pembelajaran yang berada dalam kategori baik yang memungkinkan siswa aktif, produktif, dan kreatif. Sementara itu, semua civitas sekolah sibuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Khusus guru, selalu menyusun persiapan mengajar dalam wujud RPP (Rencana Program Pembelajaran) secara sistematis dan terencana.
·         Pelaporan – Pada tahapan ini, penulis mencoba untuk meramu semua catatan penting baik selama perencanaan maupun selamau pelaksanaan riil di kelas, termasuk pelaksanaan uji coba. Pe nulis perlu menyajikan apa adanya dan tidak perlu menyembunyikan kekurangan pada best practice yang disajikan.
·         Diskusi dan Pengukuhan – Pada tahapan ini, penulis memberi peluang kepada siapa saja yang ingin memberikan masukan, komentar, dan saran perbaikan. Tentu saja, untuk menerima dan menolak saran dan komentar ini, penulis perlu menyusun criteria tertentu.


3.   Pembahasan Masalah
Data penelitian ini mengumpulkan data tentang kinerja 5 SD yang dinilai melalui 5 kriteria yaitu, Optimalisasi administrasi sekolah, Optimalisasi kepala sekolah, Optimalisasi pembelajaran, Optimalisasi disiplin sekolah, dan Optimalisasi  kebersihan sekolah. Masing-masing criteria memiliki rentang skor antara 0 sampai 100. Nilai kinerja masing-masing sekolah merupakan nilai akumulasi dari kelima criteria ini. Diketahui bahwa jumlah SD yang memiliki kinerja baik meningkat tajam setelah pelaksaan program MBS secara intens dan efektif.
Data kuantitatif penelitian menunjukkan bahwa sebelum penerapan model Managemen Berbasis Sekolah (MBS), ternyata tidak ada satupun SD (0 %) dari 5 SD yang menunjukkan kinerja organisasi siswa dalam kategori baik. Akan tetapi setelah penerapan model Managemen Berbasis Sekolah (MBS), ternyata terjadi peningkatan secara signifikan jumlah SD yang memiliki kinerja organisasi dalam kategori baik yaitu sebanyak 4 SD (80 %) pada siklus 1 dan meningkat lagi menjadi semua SD sebanyak 5 SD (100 %) pada siklus 2. Semua data ini disajikan pada tabel gbr 1, 2, dan 3 serta grafik pada gbr 4.

Gbr 1: Hasil penilaian kinerja sekolah pada presiklus

Sekolah
Optimalisasi administrasi sekolah

Optimalisasi kepala sekolah
Optimalisasi pembelajaran
Optimalisasi disiplin sekolah
Optimalisasi  kebersihan sekolah

nilai rata-rata

Kategori baik
SD 1
30
45
45
40
40
40
0
SD 2
50
50
50
50
50
50
0
SD 3
30
30
40
40
35
35
0
SD 4
60
60
50
50
55
55
0
SD 5
50
55
50
60
60
55
0

lebih lengkap download link tautan berikut:

1.BEST PRACTISE 2015 SUYONO

2. BEST PRACTISE AGUS

3. BEST PRACTISE KE JURNAL

4. KUMPULAN BEST PRACTISE 2014

5. BEST PRACTISE PENGAWAS PRESTASI 

6. BEST PRACTISE YAT

7. BEST PRACTISE SMA

8. BEST PRACTISE SMP

9. BIMTEK



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer

Entri yang Diunggulkan

MERDEKA MENGAJAR