Cari Blog Ini

18 Mei 2017

REVITALISASI SMK


Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) seringkali berpesan agar pemerintah fokus menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas sehingga Indonesia bisa melakukan lompatan kemajuan dan mengejar ketertinggalan dengan negara-negara lain. Menurut prediksi, pada tahun 2040 Indonesia akan memiliki 195 juta penduduk usia produktif; dan 60 persen penduduk usia muda di tahun 2045 yang harus dikelola dengan baik agar menjadi bonus demografi demi terwujudnya Indonesia Emas pada 100 tahun kemerdekaan.

“Kita harus mampu membalikkan piramida kualifikasi tenaga kerja yang saat ini mayoritas masih berpendidikan SD dan SMP menjadi sebuah tenaga kerja yang terdidik dan terampil,” tutur Presiden Jokowi dalam Rapat Terbatas tentang pendidikan dan pelatihan vokasi beberapa waktu lalu.

Tenaga kerja yang berdaya saing dan terampil salah satu di antaranya dilahirkan dari pendidikan dan pelatihan vokasi yang bermutu dan relevan dengan tuntutan dunia usaha dan industri (DUDI) yang terus menerus berkembang. Namun, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, proporsi pengangguran terbesar adalah lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebesar 9,84 persen.
Melihat kondisi tersebut, Presiden Jokowi menginstruksikan perombakan sistem pendidikan dan pelatihan vokasi, dan pemerintah harus melakukan reorientasi pendidikan dan pelatihan vokasi ke arah demand driven. Melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016, Presiden menegaskan perlunya revitalisasi SMK untuk meningkatkan kualitas SDM. Inpres tersebut menugaskan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk membuat peta jalan pengembangan SMK; menyempurnakan dan menyelaraskan kurikulum SMK dengan kompetensi sesuai pengguna lulusan (link and match).

Selain itu, Kemendikbud bertugas untuk dapat meningkatkan jumlah dan kompetensi bagi pendidik dan tenaga kependidikan SMK; meningkatkan kerjasama dengan kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah, dunia usaha dan dunia industri; serta meningkatkan akses sertifikasi lulusan SMK dan akreditasi SMK; dan membentuk kelompok kerja pengembangan SMK.


Kesesuaian dan Keterkaitan dengan DUDI Jadi Kunci Revitalisasi SMK

Pada tahun 2017, telah ditunjuk 125 SMK yang memiliki bidang keahlian sesuai dengan prioritas pembangunan nasional, yaitu kemaritiman, pariwisata, pertanian (ketahanan pangan), dan industri kreatif, serta 94 SMK bidang keahlian lainnya yang juga mendukung prioritas pembangunan nasional. Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), pemilihan keempat program studi yang menjadi fokus pengembangan SMK tersebut berdasarkan arah pembangunan ekonomi Indonesia. Empat sektor unggulan nasional tersebut diproyeksikan akan menyerap sejumlah besar tenaga kerja.

Program Revitalisasi yang dilaksanakan oleh SMK percontohan meliputi pengembangan dan penyelarasan kurikulum dengan DUDI; inovasi pembelajaran yang mendorong keterampilan abad 21; pemenuhan dan peningkatan profesionalitas guru dan tenaga kependidikan; standarisasi sarana dan srasarana utama; pemutakhiran program kerja sama industri; pengelolaan dan penataan lembaga; serta peningkatan akses sertifikasi kompetensi.

Perbaikan dan penyelerasan kurikulum SMK akan memantapkan model kesesuaian dan keterkaitan (link and match) dengan DUDI. Kurikulum dirancang dengan berorientasi pada penggabungan antara instruction dan construction sehingga pendekatan utama dalam membentuk tahapan pembelajaran yang mengacu pada fase pembelajaran di sekolah ataupun praktik di industri dan berorientasi pada hasil proses pembelajaran yang diinginkan. Saat ini pemerintah melakukan penyelarasan kurikulum SMK yang mencakup pengembangan SMK 4 tahun yang memiliki nama kompetensi dan standar kompetensi lulusan (SKL) yang berbeda dengan SMK 3 tahun.

Adapun penyediaan pendidik kejuruan yang kompeten ditempuh melalui program sertifikasi keahlian ganda. Sampai dengan tahun 2019, Kemendikbud akan mentransformasi setidaknya 45 ribu guru normatif di SMK menjadi guru produktif. Selain itu, pemerintah mendorong program magang industri untuk guru produktif, serta meningkatkan kemampuan guru dalam penguasaan TIK untuk menunjang proses belajar mengajar.

Peningkatan kebekerjaan lulusan SMK akan didorong melalui pemberian sertifikasi kompetensi lulusan yang ditempuh melalui pengembangan SMK menjadi Lembaga Sertifikasi Profesi Pihak Satu (LSP-P1). Pembentukan LSP-P1 difokuskan pada sekolah yang memiliki peserta didik >600. Saat ini SMK yang memiliki peserta didik >600 ada sekitar 4.000 SMK yang memiliki 90 persen total jumlah peserta didik SMK.

Perluasan teaching factory di SMK dirancang agar mendorong inovasi dan produktivitas. “Dengan teaching factory, siswa tidak hanya dituntut untuk menguasai skill atau kemampuan teknis, tetapi juga sampai pada konsep pengembangan usaha,” ujar Mendikbud.

Diharapkan pada tahun 2020, melalui program revitalisasi SMK, akan terwujud kondisi sebagai berikut:
SMK melayani 5,5 juta siswa dengan pendidikan berbasis IT melalui 1.650 SMK Rujukan, 850 SMK Reguler, 3.300 SMK Aliansi serta 750 SMK Konsorsium;
80 persen tamatan SMK bekerja dibidangnya, 12 persen berwirausaha, dan 8 persen 1.650 SMK rujukan memiliki lisensi LSP-P1 dan membawahi 800 TUK bagi siswa dan aliansinya;
750 Teaching Factory dan Technopark di SMK berfungsi sebagai Rumah Inovasi;
1.000 Lembaga Kursus dan Pelatihan, serta 350 SMA Luar Biasa terintegrasi dengan SMK.
45.000 Guru Keahlian Ganda dan 2500 Instuktur Kursus;
1,75 juta lulusan SMK, 1 juta lulusan Kursus dan Pelatihan, 1.200 lulusan SMA Luar Biasa memiliki sertifikat keahlian;
SMK menjadi pilihan utama bagi lulusan SMP untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan menengah.
Dalam pelaksanaan revitalisasi SMK, Kemendikbud bekerjasama dengan berbagai sektor, baik di pemerintahan, dunia usaha dan industri, serta lembaga non pemerintah dalam dan luar negeri. Selain Kemendikbud, Inpres nomor 9 tahun 2016 juga menugaskan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi; Kementerian Perindustrian, Kementerian Ketenagakerjaan; Kementerian Kelautan dan Perikanan; Kementerian Perhubungan; Kementerian Badan Usaha Milik Negara; Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; serta Kementerian Kesehatan. Sinergi antar pemangku kepentingan mutlak diperlukan untuk mewujudkan kualitas SDM yang produktif dan berdaya saing melalui pendidikan kejuruan dengan industri sebagai penghelanya. 


Lomba Kompetensi Siswa, Ajang Unjuk Kebolehan Siswa SMK se-Indonesia 

Sebanyak 1.111 siswa SMK bersama 1.078 pendamping dari seluruh Indonesia berkumpul di Surakarta, Jawa Tengah dalam ajang nasional Lomba Kompetensi Siswa (LKS) ke-25.  Selama lima hari, sejak 15 sampai dengan 19 Mei 2017, para siswa SMK mewakili sekolahnya mengikuti beragam lomba yang menguji keterampilan dan kompetensi di 56 bidang kompetensi keahlian. Pemenang LKS tahun ini akan menjadi wakil Indonesia di ajang World Skill Competition tahun 2017 yang akan dilaksanakan di Rusia.

Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen) Hamid Muhammad menyatakan salah satu tolok ukur yang dapat digunakan untuk merespons masalah kualitas lulusan SMK adalah melalui Lomba Kompetensi Siswa (LKS) SMK. Disebutkannya, sekolah yang berhasil mengirimkan peserta didiknya ke ajang kompetisi tingkat nasional ini merupakan SMK terbaik di daerahnya.
 “Oleh karena itu, dengan LKS ini diharapkan semakin banyak SMK yang terpacu untuk berkompetisi dan menghasilkan lulusan-lulusan terbaik pula”, ujar Dirjen Hamid dalam pembukaan LKS-SMK ke-25 di Gelanggang Olahraga Manahan, Surakarta, Senin (15-5-2017).

Selain lomba, Kemendikbud juga menyelenggarakan seminar internasional pendidikan vokasi bertajuk “Establish the Standard Quality of Vocational School Graduate to Face the ASEAN Qualification Skill Competencies” dalam rangkaian LKS-SMK kali ini. Seminar yang menghadirkan berbagai pemangku kepentingan dari guru, pemerintah daerah, akademisi, serta pelaku dunia usaha dan dunia industri ini diharapkan dapat membantu pelaku pendidikan kejuruan untuk mengindentifikasi strategi pengembangan lulusan SMK dan kualitas SMK di masing-masing regional, terutama hubungan dengan dunia usaha dan dunia industri.

 “Saya melihat acara seminar ini adalah ajang berbagi pengalaman dan praktik baik bagi setiap orang untuk membangun kebijakan revitalisasi pendidikan vokasi,” ujar Mendikbud Muhadjir Effendy saat memberikan sambutan pada acara pembukaan seminar internasional di Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Jawa Tengah, Selasa (16-5-2017).

Beberapa pembicara yang didatangkan dari luar negeri di antaranya adalah Catherine Moliac (Inspektur Pendidikan Nasional Perancis), John May (Sekretaris Jenderal The Duke of Edinburgh’s Award International Foundation), dan Volker Schimd (Kepala Penjualan se-Asia Pasifik PT Festo, Jerman), dan lainnya. Para pembicara yang berasal dari tanah air di antaranya adalah Gatot Hari Priowirjanto (Direktur Sekretariat SEAMEO), Ananto Kusuma Seta (Staf Ahli Mendikbud Bidang Inovasi dan Daya Saing), dan Ravik Karsidi (Rektor Universitas Sebelas Maret).
http://www.kemdikbud.go.id/



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer

Entri yang Diunggulkan

MERDEKA MENGAJAR