(Best Practice)
OPTIMALISASI KINERJA ORGANISASI
SEKOLAH
MELALUI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
PADA 5 SD UPTD 5 KABUPATEN ACEH BESAR
NURHAYATI
Pengawas Sekolah
Tingkat SD UPTD Wilayah 5 Kabupaten Aceh Besar
ABSTRAK
Optimalisasi kinerja sekolah melalui MBS merupakan upaya
untuk meningkatkan efesiensi dan efektivitas pengelolaan sekolah dengan
memanfaatkan segenap sumber daya yang ada dalam rangka meningkatkan kinerja
warga sekolah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui program, pelaksanaan, dan
hambatan kepala sekolah dalam pengelolaanorganisasisekolah dalam gugus Garot. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, pendekatan kualitatif, teknik pengumpulan
data observasi, wawancara dan studi dokumen.
Subjek penelitian ini
adalah kepala sekolah, guru, dan siswa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Program pembinaan kinerja organisasi
sekolah pada sekolah dalam Gugus Garot, sudahmemilikiRKAS, dan KTSP,
walaupunbelummemenuhisebagaimana yang diharapkanoleh MBS (2) Pelaksanaan
optimalisasi kinerja organisasi sekolah sudah berjalan dengan baik pada sekolah dalam Gugus Garot, walaupun memanfaatkan sumber daya secara optimal
malalui pengarahan, pemimpinan, pemotifasian dan pembinaan personil sesuai
dengan bidangnya. (3) Hambatan-hambatan yang dialami kepala sekolah dalam
mengoptimalisasi kinerja sekolah antara lain: rendahnya partisipasi masyarakat
terhadap sekolah, rendahnya kemampuan personil, kepemimpinan dan manajemen
sekolah, hal ini disebabkan rendahnya intensitas kegiatan pelatihan
kepemimpinan dan manajemen yang dilakukan
pihak terkait.Selanjutnya, dari data kuantitatif penelitian menunjukkan bahwa sebelum penerapan model
Managemen Berbasis Sekolah (MBS), ternyata tidak ada satupun SD (0 %) dari 5 SD
yang menunjukkan kinerja organisasi siswa dalam kategori baik. Akan tetapi
setelah penerapan model Managemen Berbasis Sekolah (MBS), ternyata terjadi
peningkatan secara signifikan jumlah SD yang memiliki kinerja organisasi dalam
kategori baik yaitu sebanyak 4 SD (80 %) pada siklus 1 dan meningkat lagi
menjadi semua SD sebanyak 5 SD (100 %)
Kata Kunci : Kinerja Organisasi, Managemen Berbasis Sekolah (MBS),
Optinalisasi Kinerja
A.PENDAHULUAN
Perkembangan
peraturan tentang pemerintah daerah, dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 lalu direvisi dan diberlakukan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
pelimpahan wewenang pusat kepada daerah, dan salah satunya pengelolaan
pendidikan. Pelimpahan wewenang kepada daerah kabupaten/Kota ini merupakan
peluang untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang berbasis keunggulan daerah.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan ujung tombak pelaksanaan
desentralisasi pendidikan tersebut. Berhubungan dengan hal ini Susetio
(2005:34) mengemukakan Manajemen Berbasis Sekolah adalah :’Sebagai manajemen baru
paradigma pengembangan pendidikan, berorientasi pada kebutuhan masyarakat, yang
perlu diperkenankan dan bisa dijadikan suatu cara untuk menyelesaikan
persoalan. Konsep itu menekankan pentingnya peningkatan mutu terpadu sehingga
dapat dijadikan kebijakan strategi dalam implementasi pendidikan yang
diprakarsai sekolah dan daerah’.
1. Latar
Belakang
Keinginan pemerintah, agar pengelolaan pendidikan diarahkan pada
desentralisasi, untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat secara aktif dan merealisasikan otonomi daerah. Karena itu perlu
pula kesiapan sekolah sebagai pelaksana
operasional pendidikan yang dapat mengakomodir seluruh elemen esensial
diharapkan muncul dari pemerintah Kabupaten/ Kota sebagai penerima wewenang
otonomi. Era reformasi yang sedang
berjalan, diantaranya lahir Undang-Undang Nomor.22 Tahun 1999 tentang
Otonomi Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tentang perimbangan keuangan pusat
dan daerah, undang-undang tersebut membawa konsekwensi terhadap bidang-bidang
kewenangan daerah termasuk bidang pendidikan sangat tergantung atas kebijakan
pemerintah daerah sebagai bagian dari kewenangan yang dilimpahkan.
Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 direvisi dan diberlakukan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pelimpahan wewenang pusat kepada
daerah, dan salah satunya pengelolaan pendidikan. Pelimpahan wewenang kepada
daerah kabupaten/Kota ini merupakan peluang untuk meningkatkan kualitas
pendidikan yang berbasis keunggulan daerah. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
merupakan ujung tombak pelaksanaan desentralisasi pendidikan tersebut.
Berhubungan dengan hal ini Susetio (2005:34) mengemukakan Manajemen Berbasis
Sekolah adalah, ‘Sebagai manajemen baru paradigma pengembangan pendidikan, berorientasi pada
kebutuhan masyarakat, yang perlu diperkenankan dan bisa dijadikan suatu cara
untuk menyelesaikan persoalan. Konsep itu menekankan pentingnya peningkatan
mutu terpadu sehingga dapat dijadikan kebijakan strategi dalam implementasi
pendidikan yang diprakarsai sekolah dan daerah’.
Keberhasilan pembangunan pendidikan di daerah otonom dapat dilihat
sejauhmana sekolah-sekolah itu mampu menunjukkan prestasinya dalam meningkatkan
mutu pendidikan melalui Manajemen Berbasis Sekolah. Namun pada kenyataannya
desentralisasi di daerah belum sepenuhnya berhasil dalam peningkatan mutu
pendidikan. Hal ini ditegaskan Sagala (2008:2) sebagai berikut, ‘Desentralisasi malah kurang tersedia atau kurang dioptimalkan terlalu
sedikit mekanisme yang tersedia untuk memastikan terjadinya penularan
kegiatan-kegiatan efektif yang diinginkan sistem desentralisasi proses
desentralisasi dalam penyelenggaraan pendidikan belumlah terasa dengan baik,
meskipun pemerintah setiap saat melakukan kajian untuk mengatasi berbagai kendala
kebijakan desentralisasi pemerintah’.
Padahal pendidikan yang selama ini dikelola secara terpusat (sentralisasi)
diubah untuk mengikuti irama yang sedang berkembang, otonomi daerah sebagai
perkembangan politik ditingkat makro akan menjadi imbas terhadap otonomi
sekolah sebagai subsistem pendidikan nasional. Kebijakan yang sudah ada terkait
dan sepadan (link and match)dengan pengoperasian muatan lokal(local
contant), masih belum tuntas dilaksanakan sekarang dihadapkan pula pada otonomi
daerah dengan model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)/ “School
Based Management (SBM)”. Kondisi ini menuntut
pemikiran-pemikiran yang sistematis untuk merumuskan bentuk hubungan kerja yang
sesuai bagi dasar dalam kaitannya dengan
otonomi daerah dan relevan pendidikan.Melalui otonomi daerah pengelolaan
pendidikan diharapkan pemenuhan kebutuhan masyarakat lebih cepat, tepat,
efisien, dan efektif. Selain itu, diharapkan aparat yang bersih dan berwibawa,
bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Sebelumnya manajemen pendidikan
merupakan wewenang pusat dengan berlakunya Undang-Undang tersebut kewenangan
tersebut dialihkan ke pemerintah kabupaten/kota.
Program pendidikan yang
mengacu pada tema relevansi terus dilakukan sejak Pelita I (awal Pemerintah
Suharto ) sampai sekarang, walaupun sampai saat ini masih banyak permasalahan
dan tantangan yang perlu mendapat perhatian, pada dasarnya prinsip-prinsip
evaluasi merupakan prinsip umum yang digunakan di Indonesia disamping prinsip
efisien dan efektifitas, fleksibelitas program serta pendidikan seumur hidup (live long
education) (Mali, 1998:137).
Dengan demikian, tujuan utama Manajemen Berbasis Sekolah adalah untuk
meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan, peningkatan efisiensi
diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada dan partisipasi
masyarakat dalam penyederhanaan birokrasi peningkatan mutu diperoleh melalui
partisipasi orang tua, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan
profesionalisme guru, adanya hadiah dan hukuman sebagai kontrol serta hal lain
yang dapat menumbuhkembangkan suasana yang kondusif.
Pemerataan pendidikan tampak
pada tumbuhnya partisipasi masyarakat terutama yang mampu dan peduli, sementara
yang kurang mampu akan menjadi tanggung jawab pemerintah. Implementasi
Manajemen Berbasis Sekolah menuntut
adanya dukungan tenaga kerja yang terampil dan berkualitas agar dapat
membangkitkat motivasi kerja yang lebih produktif dan memberdayakan otoritas
daerah setempat, serta mengefesiensikan sistem dan menghilangkan birokrasi yang
tumpang tindih.Dalam konteks Manajemen Berbasis Sekolah, tingkat keberhasilan
pengelolaan sekolah menurut Suparno et al. (2002:59) dapat diukur dengan
kriteria keberhasilan sebagai berikut: (1) Angka tinggal kelas yang semakin
kecil, terutama di kelas rendah; (2) angka drop out yang semakin kecil; (3) Otonomi kepala sekolah dan
para guru semakin berkembang di sekolah sendiri; (4) Intensitas partisipasi
orang tua, masyarakat atau BP3 yang semakin meningkat dalam memikirkan mutu;
(5) Dukungan pihak pemerintah daerah
terhadap sekolah semakin banyak; dan (6) kegiatan belajar mengajar semakin
menarik dan menyenangkan bagi para siswa.
Keberhasilan seperti ini
ditemukan di Meksiko sebab pemerintah pusat telah melakukan pelatihan bagi
personil yang akan dipekerjakan diberbagai tempat kerja yang diperlukan malah
di Chili menunjukkan adanya penurunan anggaran yang besar (pemuji, 2004:9).
Manajemen Berbasis Sekolah memberikan
peluang bagi kepala sekolah, guru dan peserta didik untuk melakukan inovasi dan
inprovisasi di sekolah, berkaitan dengan
masalah kurikulum, pembelajaran, manajerial dan lain-lain sebagainya yang
tumbuh dari aktivitas, kreativitas dan profesionalisme yang dimiliki. Pelibatan
masyarakat dan dewan sekolah di bawah monitoring pemerintah, mendorong sekolah untuk
lebih terbuka, demokratis dan tanggung jawab. Pemberian kebebasan yang lebih
luas memberikan kemungkinan kepala sekolah untuk dapat menemukan jati dirinya
dalam membina peserta didik, guru, dan petugas lain yang ada di lingkungan
sekolah. Sekolah yang merupakan suatu organisasi yang diberikan kebebasan oleh
pemerintah untuk melaksanakan kegiatan yang menyangkut dengan proses belajar
mengajar. Kegiatan proses belajar mengajar untuk meningkatkan mutu siswa di
sekolah tidak tercapai tanpa adanya manajemen yang baik dan kuat. Manajemen
Berbasis Sekolah dianggap sangat cocok dalam mengoptimalisasikan kinerja
organisasi sekolah.
Dukungan kewenangan yang
diberikan kepada sekolah dalam bentuk Manajemen Berbasis Sekolah menjadikan
sekolah meningkatkan kinerja sekolah melalui keputusan-keputusan yang berpihak
pada kepentingan peserta. Prinsip-prinsip yang harus dikembangkan dalam
Manajemen Berbasis Sekolah menurut Nurkolis (2003:156), adalah: “(1)
ekuifinalitas (principle of equifinality), (2) desentralisasi (decentralization), (3) sistem
pengelolaan mandiri (self managing
system), dan (4) inisiatif manusia (human
initiative)”. Prinsip otonomi dan profesional pengelolaan sekolah dengan
pendekatan budaya bermutu ditampilkan dalam setiap aktivitas organisasi. Hal ini
dapat ditunjukkan dari prilaku dan komitmen anggota organisasi dalam bentuk
akuntabilitas, transparansi, dan pengambilan keputusan yang demokratis.
Keputusan-keputusan yang diambil oleh sekolah berorientasi pada pencapaian
tujuan pendidikan secara mikro, meso dan makro dengan tidak mengabaikan peran
anggota organisasi sekolah serta masyarakat. Dengan memperhatikan berbagai
fenomena, kondisi dan kenyataan serta masalah bagaimana diuraikan di atas, maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian
pada 5 SD dalam Gugus garot.
2. Rumusan
Masalah
Dari latar belakang masalah diatas maka dirumuskan masalah dalam penelitian
ini adalah,‘Bagaimana optmalisasi organisasi sekolah dalam meningkatkan kinerja guru?’ Secara
rinci permasalahan ini dapat disajikan dalam beberapa pertanyaan berikut, (1) Bagaimanakah program kepala sekolah dalam mengoptimalkan organisasi sekolah
untuk meningkatkan kinerja guru SD dalam gugus Garot?, (2) Bagaimanakah pelaksanaan optimalisasi untuk meningkatkan organisasi sekolah
untuk meningkatkan kinerja guru pada SD dalam Gugus Garot?, dan (3) Hambatan-hambatan apa yang dialami kepala sekolah dalam mengoptimalkan
organisasi sekolah untuk meningkatkan kinerja guru?
3. Tujuan
dan Manfaat
Secara umum
penelitian ini bertujuan untuk membuat deskripsi dan analisis tentang bagaimana
optimalisasi kinerja organisasi sekolah melalui Menajemen Berbasis
Sekolah.Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui program kepala
sekolah dalam mengoptimalkan organisasi sekolah dalam meningkatkan kinerja guru
SD dalam gugus Garot.
2. Untuk mendapatkan data tentang pelaksanaan optimalisasi untuk meningkatkan
kinerja guru, pada SD dalam gugus Garot.
3. Untuk mengetahui hambatan yang dialami kepala sekolah dalam melakukan
optimalisasi organisasi sekolah untuk meningkatkan kinerja guru pada SD dalam gugus Garot
Banyak manfaat
pengembangan ini, baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoretis penelitian ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
Administrasi Pendidikan, terutama optimalisasi kinerja sekolah dan khususnya
Manajemen Berbasis Sekolah.
Sementara
itu, secara praktis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kepala sekolah untuk
melaksanakan pembinaan kepada guru dan pegawainya, bagi guru dapat melaksanakan
tugasnya dengan baik sehingga prestasi
siswa lebih meningkat. Penelitian ini juga bermanfaat bagi pengawas dalam
melaksanakan monitoring, evaluasi serta pembinaan kinerja kepala sekolah dan
guru. Memberikan informasi kepada pemerintah dalam proses pengambilan keputusan
strategis berkaitan dengan optimalisasi kinerja organisasi sekolah melalui
Manajemen Berbasis Sekolah. Penelitian ini diharapkan juga bermanfaat bagi
sekolah lain diluar gugus garot sebagai informasi dalam melakukan upaya
peningkatan kinerja organisasi sekolah, dan dapat diteruskan oleh peneliti
selanjutnya.
B.KAJIAN PUSTAKA
Manajemen kinerja merupakan upaya untuk mengelola potensi
seseorang agar berkontribusi pada manajemen suatu organisasi yang produktif.
Manajemen kinerja organisasi adalah proses merencanakan, melaksanakan,
mengawasi dan menilai kinerja organisasi. Manajemen kinerja banyak dilakukan
oleh organisasi untuk mencapai harapan yang diinginkan. Menurut Dharma
(2005:25), manajemen kinerja adalah “suatu cara untuk mendapatkan hasil yang
lebih baik bagi organisasi, kelompok dan individu dengan mamahami dan mengelola
kinerja sesuai dengan target yang telah direncanakan, standar dan persyaratan
kompetensi yang telah ditentukan”. Sementara itu, menurut Russel Landsbury
(2002:92), manajemen kinerja adalah “....the
process of identifying, evaluating, and developing the work performance of
employe in the organization”.
Lalu, menurut Amstrong
(1995:23), manajemen kinerja adalah “....is
a means of getting better result from the organization, teams, and individuals
by understanding and managing performance within an agreed framework of planned
goal, standards and attrribute/competence requirement”. Untuk lebih jelas
dapat diuraikan bahwa manajemen kinerja adalah cara mendapatkan hasil yang
lebih baik dari organisasi, tim, dan
individu dengan memahami dan mengelola kinerja dalam kerangka yang
disepakati tujuan terencana, standar dan atribut/kompetensi kebutuhan, menurut
Bacal (2001:3) “manajemen kinerja adalah komunikasi yang berlangsung terus
menerus, yang dilaksanakan berdasarkan kemitraan, antara seorang karyawan
dengan penyelia langsungnya”. Menurut Ruky (2001:6), “manajemen kinerja
berkaitan dengan usaha, kegiatan atau program yang di prakarsai dan dilaksanakan
oleh pimpinan organisasi untuk merencanakan , mengarahkan dan mengendalikan
prestasi karyawan”.
Selanjutnya menurut Noe, et al., (2006:71) manajemen kinerja adalah “...through which managers ensure that employees’ activities and output
congruent with the organization’s goals”, artinya melalui mana manajer
memastikan bahwa aktivitas karyawan dan kongruen output dengan tujuan
organisasi. Menurut Cascio, (2006:683), anajemen kinerja adalah “....a broad process thet requires managers
to define, facilittate, and encourage performance by providing timely feedback
and constantly focusing everyone’s attention on the ultimate objective”,
artinya sebuah proses yang luas yang memerlukan manajer untuk mendefinikan,
memfasilitasikan, dan mendorong kinerja dengan memberikan umpan balik yang
tepat waktu dan terus menerus memfokuskan perhatian semua orang pada tujuan
akhir. Menurut Wibowo (2007:9), “gaya manajemen dalam mengelola sumber daya
yang berorientasi pada kinerja yang melakukan proses komunikasi secara terbuka
dan berkelanjutan dengan menciptakan visi bersama dan pendekatan strategis
serta terpadu sebagai kekuatan pendorong untuk mencapai tujuan organisasi”.
Dari
beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa manajemen kinerja merupakan
suatu proses yang dapat mendorong pada pengembangan kinerja organisasi kearah
yang lebih baik dan berkualitas, melalui komunikasi yang berkesinambungan antara
pemimpin dengan pegawai sejalan dengan apa yang diharapkan oleh organisasi.
Manajemen kinerja memfokuskan diri pada upaya untuk menjadikan kinerja sebagai
pusat perhatian dalam meningkatkan kinerja individu dan tim agar dapat
memberikan kontribusi yang makin meningkat bagi organisasi sesuai dengan tujuan
organisasi. Enos (2000:4-6) mengemukakan beberapa faktor pentingnya manajemen
kinerja yaitu: (a) competition (b) an
increase in costemer knowledge and demand, (c) rapid tecnology changes, (d)
human resources need an desiers, (e) the human being have powerful need to be
competent, and (f) incredible and growing knowledge availibality.
Dari
landasan teori di atas, jika dikaitkan dengan organisasi pendidikan maka dapat
disimpulkan manajemen kinerja sekolah menekankan pada pengelolaan sekolah
sebagai sumber daya yang potensial, karena keberhasilan pengelolaan sekolah
sangat ditentukan oleh kegiatan pendayagunaan sumber daya sekolah. Untuk terus
mengembangkan kinerja sekolah ke arah yang sesuai dengan tujuan pendidikan baik
lokal (sekolah), regional maupun nasional serta tuntutan perubahan sekolah.
Pengembangan kinerja sekolah memerlukan respon yang adaptif dan proaktif,
dimana manajemen kinerja sekolah dapat dijadikan sebagai cara yang tepat untuk
menentukan suatu keberhasilan. Sekolah secara organisasi diarahkan untuk
meningkatkan kemampuan dan motivasi kerja organisasi sekolah mulai tingkatan
strategis sampai dengan tingkatan individu, dan tim dalam menghadapi semua
tuntutan akibat perubahan yang terjadi yang didukung penuh oleh kepala sekolah
sebagai pengambil kebijakan tertinggi.
Secara rinci dapat dikatakan bahwa manajemen
kinerja adalah proses yang berkesinambungan dari supervisor dan karyawan
bekerja sama untuk: Pertama, mengatur
ekspektasi kinerja terkait dengan tujuan organisasi. Kedua,menetapkan kriteria terhadap yang individu dan kinerja unit
dapat diukur. Ketiga,
mengidentifikasikan daerahuntuk peningkatan kompetensi. Keempat,memberikan umpan balik kinerja. Kelima, terus-menerus meningkatkan kinerja. Tujuan dari manajemen
kinerja adalah untuk membantu karyawan meningkatkan kinerja dan
efektivitasnya.Pendapat di atas menunjukkan bahwa proses kerjasama yang terus
menerus antara pemimpin atau supervisor dan pekerja menjadi hal utama dalam
manajemen kinerja dalam menentukan harapan kinerja terkait dengan tujuan
organisasi, menentukan kriteria dan pengukuran kinerja individu, menentukan
upaya perbaikan, menyediakan umpan balik serta pengembangan kinerja yang
berkesinambungan
C.PEMBAHASAN MASALAH
1.
Hasil Kegiatan Sebelumnya
Hasil penelitian yang dilakukan Suharningsih (2009) menunjukkan: Pertama, Kinerja guru sekolah dasar
dalam melaksanakan proses pembelajaran diawali dengan penyusunan rencana
pembelajaran. Kedua, kesuksesan guru
dalam melaksanakan proses pembelajaran merupakan keberhasilan guru dalam
menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, sehingga semua siswa
termotivasi untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Ketiga, kesuksesan guru dalam melaksanakan
proses pembelajaran berkat: (a) kemampuan dan semangat guru yang tinggi; (b)
pembinaan yang diberikan kepala sekolah secara rutin baik di sekolah dengan
memanfaatkan pertemuan sekolah maupun di gugus dengan memfungsikan pertemuan
KKG; (c) kemampuan kepala sekolah dalam melaksanakan supervisi sehingga bisa
melakukan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan pembelajaran dengan kegiatan
kunjungan kelas dan diskusi kelompok; dan (d) keberhasilan kepala sekolah
menciptakan iklim sekolah yang kondusif dengan menciptakan kondisi fisik
sekolah dan sosio emosional yang menyenangkan sehingga guru dalam melaksanakan
proses pembelajaran bersemangat.
Penelitian Widiastuti (2005) menunjukkan bahwa: (1) Partisipasi warga
sekolah (stakeholder) baik intern
maupun ekstern menunjukkan hasil yang positif berdasarkan fakta dilapangan
bahwa sekolah selalu melibatkan semua pihak yang berkepentingan dalam
pengambilan keputusan ataupun kegiatan-kegiatan di sekolah; (2) Trasparansi
dalam penggunaan dana merupakan hasil positif, perencanaan, pelaksanaan, maupun
evaluasi selalu diketahui oleh semua pihak. (3) Budaya mutu yang dilaksanakan
oleh sekolah menunjukkan hasil yang positif hal ini dapat dilihat dari upaya
yang dilakukan oleh sekolah untuk peningkatan kualitas pendidikan misalnya
(KBK, yang didalamnya mencakup; pembelajaran tuntas, penelitian tindakan kelas,
moving kelas, pembinaan guru setiap
bulan, try out untuk siswa, dan masih banyak lagi indikator yang lainya); (4)
akuntabilitas di sekolah dapat ditunjukkan dari perolehan nilai UAN tertingi
untuk sekolah negeri di Bandung, prestasi-prestasi yang di raih siswa atau guru
baik akademik maupun non akademik dan dari keprcayaan masyarakat untuk
menyekolahkan anaknya ke sekolah.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan Haryadi (2007) menunjukkan: pertama, faktor-faktor yang mendukung
terhadap pencapaian prestasi sekolah meliputi: sejauh atau lamanya sekolah
berdiri; status sebagai sekolah unggulan atau percontohan; kepala sekolah dan
guru-guru yang berpengalaman dan terseleksi; dukungan orang tua dan masyarakat;
komitmen ynag tinggi dari kepala sekolah. Kedua,
pada sekolah berprestasi ditemukan nilai-nilai budaya organisasi yang
dikembangkan dan dijadikan acuan dalam bekerja, meliputi: nilai, keunggulan,
prestasi dan persaingan, efektivitas, kebersamaan, kedisiplinan, nilai cinta
kasih dan pelayanan; nilai kualitas; nilai pemberdayaan; nilai perjuangan; dan
nilai pengabdian.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu di atas dapat disimpulkan bahwa
Manajemen Berbasis Sekolah merupakan pendekatan untuk menciptakan kebersamaan
warga sekolah dalam rangka mengoptimalkan kinerja sekolahnya. Dengan pelibatan
masyarakat terhadap penentuan strategi sekolah meningkatkan kinerjanya memberi
nuansa baru bagi warga sekolah terhadap komitmen dan tanggung jawabnya kepada
sekolah. Selain itu muncul pula kesadaran yang tinggi warga sekolah untuk
menegakkan disiplin dalam melakukan tugas-tugas sekolah dalam hal ini
berorientasi pada kepentingan peserta didik.
2.
Strategi Pemecahan Masalah
Pada
strategi pemecahan masalah ini, penulis mengelompokkan pokok bahasan meliputi 3
bagian yaitu, (1) Alasan pemilihan strategi pemecahan masalah, (2) Deskripsi
strategi pemecahan masalah,
dan, (3) Tahapan Operasional Pelaksanaan. Setelah pengelompokan ini, penulis menguraikan
setiap kelompok secara rinci dengan sesekali disertai contoh kontekstual
2.1 Alasan pemilihan strategi pemecahan
masalah
Penelitian ini
merupakan penelitian tindakan sekolah dan dilaksanakan di 5 SD UPTD 5 Gugus
Garot Kabupaten Aceh Besar tahun ajaran. 2012/2013. Waktu penelitian
dilaksanakan mulai dari bulan Juli sampai Agustus 2012. Sedangkan penyusunan
laporannya sekitar bulan September 2012. Penelitian ini dilaksanakan dengan
cara pertama-tama dengan himbauan, lalu dilanjutkan dengan pertemuan-pertemuan
pada saat rapat selama bulan juni sampai juli tersebut. Penelitian Tindakan Sekolah ini dilaksanakan
hanya di 5 SD UPTD 5 Gugus
Garot tahun ajaran. 2012/2013 yang dalam wilayah binaan peneliti sebagai seorang
pengawas di wilayah ini.
2.2 Deskripsi strategi pemecahan masalah
Kinerja masing-masing
sekolah diukur dari lima criteria yang berkaitan dengan konsep Managemen
Berbasis Sekolah yang meliputi Optimalisasi administrasi sekolah, Optimalisasi
kepala sekolah, Optimalisasi pembelajaran, Optimalisasi disiplin sekolah, dan
Optimalisasi kebersihan sekolah. Skor
penilaian kinerja sekolah pada masing-masing aspek ini berada pada rentang 0
sampai 100. Penilaian kinerja sekolah ini diamati pada setiap tahapan
penelitian mulai dari tahapan presiklus sampai pada tahapan siklus 1, siklus 2,
dan siklus 3.
Gbr 7:
Tabel. kategori penilaian kinerja sekolah
No
|
Opsi penilaian
|
Rentan skor
|
Kategori baru
|
1
|
Sangat Baik
|
91 - 100
|
Tinggi
|
2
|
Baik
|
80 - 90
|
Tinggi
|
3
|
Cukup
|
56 - 79
|
Sedang
|
4
|
Kurang
|
21 - 55
|
Rendah
|
5
|
Kurang Sekali
|
0 - 20
|
Rendah
|
Sumber: Suharsimi Arikunto (2009:44)
2.3 Tahapan operasional pelaksanaan
Pada bagian ini hanya
akan disajikan 4 tahapan penting dan strategis dalam menghasilkan bentuk ‘best
practice’, Tahapan operasional strategis ini meliputi;
·
Persiapan
- Pada tahapan ini semua dipersiapkan supaya pelaksanaan ‘best practice’
berkaitan dengan penerapan Managemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat membawa
kinerja sekolah menjadi baik atau sangat baik.Pesiapan konsep MBS ini dengan
melibatkan semua civitas sekolah untuk terlibat meningkatkan kinerja sekolah.
Karena itu perlu diidentifikasi siapa mengerjakan apa dan berapa lama.
·
Pelaksanaan
– Pada tahapan ini, mulai disajikan beberapa praktek dan kegiatan pembelajaran
yang berada dalam kategori baik yang memungkinkan siswa aktif, produktif, dan
kreatif. Sementara itu, semua civitas sekolah sibuk menyelesaikan tugas yang
diberikan. Khusus guru, selalu menyusun persiapan mengajar dalam wujud RPP
(Rencana Program Pembelajaran) secara sistematis dan terencana.
·
Pelaporan
– Pada tahapan ini, penulis mencoba untuk meramu semua catatan penting baik
selama perencanaan maupun selamau pelaksanaan riil di kelas, termasuk
pelaksanaan uji coba. Pe nulis perlu menyajikan apa adanya dan tidak perlu
menyembunyikan kekurangan pada best practice yang disajikan.
·
Diskusi
dan Pengukuhan – Pada tahapan ini, penulis memberi peluang kepada siapa saja
yang ingin memberikan masukan, komentar, dan saran perbaikan. Tentu saja, untuk
menerima dan menolak saran dan komentar ini, penulis perlu menyusun criteria
tertentu.
3. Pembahasan
Masalah
Data penelitian ini
mengumpulkan data tentang kinerja 5 SD yang dinilai melalui 5 kriteria yaitu, Optimalisasi administrasi
sekolah, Optimalisasi kepala sekolah, Optimalisasi pembelajaran, Optimalisasi
disiplin sekolah, dan Optimalisasi
kebersihan sekolah. Masing-masing criteria memiliki rentang skor antara
0 sampai 100. Nilai kinerja masing-masing sekolah merupakan nilai akumulasi
dari kelima criteria ini. Diketahui bahwa jumlah SD yang memiliki kinerja baik
meningkat tajam setelah pelaksaan program MBS secara intens dan efektif.
Data kuantitatif penelitian
menunjukkan bahwa sebelum penerapan model Managemen Berbasis Sekolah (MBS),
ternyata tidak ada satupun SD (0 %) dari 5 SD yang menunjukkan kinerja
organisasi siswa dalam kategori baik. Akan tetapi setelah penerapan model
Managemen Berbasis Sekolah (MBS), ternyata terjadi peningkatan secara
signifikan jumlah SD yang memiliki kinerja organisasi dalam kategori baik yaitu
sebanyak 4 SD (80 %) pada siklus 1 dan meningkat lagi menjadi semua SD sebanyak
5 SD (100 %) pada siklus 2. Semua data ini disajikan pada tabel gbr 1, 2, dan 3
serta grafik pada gbr 4.
Gbr 1: Hasil penilaian kinerja sekolah pada presiklus
Sekolah
|
Optimalisasi
administrasi sekolah
|
Optimalisasi
kepala sekolah
|
Optimalisasi
pembelajaran
|
Optimalisasi
disiplin sekolah
|
Optimalisasi kebersihan sekolah
|
nilai rata-rata
|
Kategori baik
|
SD 1
|
30
|
45
|
45
|
40
|
40
|
40
|
0
|
SD 2
|
50
|
50
|
50
|
50
|
50
|
50
|
0
|
SD 3
|
30
|
30
|
40
|
40
|
35
|
35
|
0
|
SD 4
|
60
|
60
|
50
|
50
|
55
|
55
|
0
|
SD 5
|
50
|
55
|
50
|
60
|
60
|
55
|
0
|
lebih lengkap download link tautan berikut:
1.BEST PRACTISE 2015 SUYONO
2. BEST PRACTISE AGUS
3. BEST PRACTISE KE JURNAL
4. KUMPULAN BEST PRACTISE 2014
5. BEST PRACTISE PENGAWAS PRESTASI
6. BEST PRACTISE YAT
7. BEST PRACTISE SMA
8. BEST PRACTISE SMP
9. BIMTEK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar